Perbedaan Morfometri Anjing Kintamani Bali Jantan dan Betina pada Fase Perkembangan
Abstrak
Anjing Kintamani Bali (AKB) sudah terdaftar dalam Federasi Kinologi Internasional (FCI) sebagai anjing asli Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan morfometri AKB jantan dan betina pada fase perkembangan yang diperlihara di Kabupaten Bangli dan Kotamadya Denpasar. Sebanyak 32 ekor AKB, terdiri dari 8 AKB jantan asal Bangli, 8 AKB betina asal Bangli, 8 AKB jantan asal Kotamadya Denpasar, dan 8 AKB betina asal Kotamadya Denpasar, digunakan untuk mengetahui morfometri kaki depan dan kaki belakang AKB pada fase perkembangan (6-18 bulan). Variabel yang diukur adalah tinggi kaki belakang (TB), panjang kaki belakang bagian atas (HF), panjang kaki belakang bagian bawah (TP), panjang jari kaki belakang (QH), tinggi kaki depan (HR), panjang kaki depan bagian atas (RC), panjang kaki depan bagian bawah (FF), panjang jari kaki depan(QF). Data yang diperoleh dianlisis menggunakan program SPSS versi 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HR, RC, HF berbeda nyata (P<0,05) antara AKB jantan yang dipelihara di Kabupaten Bangli dan Kotamadya Denpasar; selanjutnya TB AKB betina yang dipelihara di Kabupaten Bangli berbeda nyata (P>0,05) dengan AKB betina yang dipelihara di Kotamadya Denpasar. Penelitian ini menunjukan bahwa pakan dan cara pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan AKB jantan dan betina dengan topografi yang berbeda, modifikasi kandang dapat dilakukan untuk menyamakan kondisi di tempat asal sehingga meminimalisir perbedaan suhu yang dapat mengakibatkan perbedaan fungsi metabolik yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan.
##plugins.generic.usageStats.downloads##
Referensi
Awaluddin, Panjaitan T. 2010. Petunjuk teknis pengukuran ternak sapi potong. Kementerian Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.
Böswald LF, Klein C, Dobenecker B, Kienzle E. 2019. Factorial calculation of calcium and phosphorus requirements of growing dogs. PloS One. 14(8): e0220305.
Gunawan NF, Sukada M, Puja IK. 2012. Perilaku bermasalah pada anjing kintamani bali. Bul. Vet. Udayana. 4(2): 95-100.
Himpunan Trah Anjing Kintamani Bali (HTAKB). 2015. Breed Standar of Kintamani Bali Dog. Perkin. Pp. 1-12.
Hoeber O, Hoeber L, Snelgrove R, Wood L. 2017. Interactively producing purposive samples for qualitative research using exploratory search, in supporting complex search tasks. Proc. Conference on Human Information Interaction and Retrieval, Oslo, Norway, 11 March. 2017. Pp. 18-20.
Kiefer‐Hecker B, Bauer A, Dobenecker B. 2018. Effects of low phosphorus intake on serum calcium, phosphorus, alkaline phosphatase activity and parathyroid hormone in growing dogs. J. Anim Physiol. Anim. Nutr. 102(6): 1749-1758.
Sutter NB, Mosher DS, Gray MM. 2008. Morphometrics within dog breeds are highly reproducible and dispute rensch’s rule. Mamm. Genome. 19(10-12): 713-723.
Tal M, Parr JM, MacKenzie S, Verbrugghe, A. 2018. Dietary imbalances in a large breed puppy, leading to compression fractures, vitamin D deficiency, and suspected nutritional secondary hyperparathyroidism. The Can. Vet. J. 59(1): 36.
Tkandjandji M, Sawitri R. 2015. Ukuran morfometrik banteng (Bos Javanicus d’Alton, 1823) untuk menduga bobot badan. J. Penelitian Hutan dan Koservasi Alam. 12(1):59-73.
Trisnanto AW, Suprijatna E, Sukamto B. 2018. Pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap kecernaan ayam buras super. J. Sain Peternakan Indon. 13(2):119-129.


